Nama : Edy Elsandy Dahir
Kelas : X.9
Nis
: 123284
Jejak sejarah di dalam Folklore
Kata
folklore berasal dari bahasa Inggris yang berasal dari 2 kata dasar,
yakni folk dan lore. Folk sama artinya dengan kolektif.
Dalam pandangan Alan Dundes, folk adalah sekelompok orang yang memiliki
ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan yang sama sehingga mereka
dapat dibedakan dari kelompok yang lain. Ciri-ciri itu antara lain warna kulit
yang sama, warna rambut yang sama, mata pencaharian yang sama, bahasa yang
sama, taraf pendidikan yang sama, dan agama yang sama. Kesamaan budaya itu
terlihat dari tradisi yang mereka warisi secara turun temurun dan yang mereka
akui sebagai kebudayaan bersama. Selain itu, mereka sadar akan identitas
kelompok mereka sendiri. Sementara itu, kata lore menunjuk kepada
tradisi folk, yakni sebagian kebudayaannya, yang diwarsikan secara
turun-temurun melalui lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan
gerak isyarat atau alat bantu pengingat (mnemonic device). Secara keseluruhan,
folklore merupakan istilah umum untuk aspek material, spiritual, dan
verbal dari suatu kebudayaan yang ditransmisikan secara oral melalui pengamatan
atau peniruan.
Ada empat fungsi folklore. Pertama, folklore
sebagai sistem proyeksi,yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu
kelompok. Kedua, folklore sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan
lembaga-lembaga kebudayaan. Ketiga, folklore sebagai alat pendidikan
anak-anak. Dan keempat, folklore sebagai alat pemaksa dan penggagas agar
norma-norma masyarakat selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya.
Ciri-ciri
folklore :
- Folklore biasanya menyebar dan diwarisi secara lisan.
- Folklore bersifat tradisional. Hal ini terlihat dari sistem penyebarannya yang relatif tetap.
- Folklore ada dalam versi berbeda, karena penyampaian secara lisan memungkinkan adanya perubahan di dalamnya.
- Folklore memiliki bentuk yang biasanya berumus atau berpola. Hal ini misalnya terlihat dari cerita rakyat yang selalu menggunakan kata-kata klise seperti “bulan empat belas hari” untuk menggambarkan kecantikan seorang gadis, atau menggunakan kata-kata pembukaan dan penutup yang baku, seperti “menurut empunya cerita…. mereka pun mengalami kesengsaraaan….”.
- Folklore bersifat anonim kerena nama penciptanya tidak diketahui lagi.
- Folklore memiliki suatu fungsi dalam kehidupan bersama suatu masyarakat. Misalnya cerita rakyat yang sangat berguna sebagai alat pendidik, protes sosial dan proyeksi dari keinginan yang tependam.
- Folklore bersifat pralogis karena logikanya sendiri tidak sesuai dengan logika umum.
- Folklore menjadi milik bersama dari masyarakat tertentu. Hal ini diakibatkan karena penciptaannya yang pertama tidak diketahui lagi. Semua anggota masyarakat itu serasa memilikinya.
- Folklore pada umumnya bersifat polos dan lugu walaupun seringkali kelihatan kasar dan terlalu spontan.
Jan
Harold Brunvand menggolongkan folklore ke dalam 3 golongan :
- Folklore lisan, yakni folklore yang bentuknya murni lisan. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah bahasa rakyat seperti logat, julukan, pangkat tradisional dan titel kebangsawanan; lalu ungkapan tradisional seperti peribahasa, pepatah, dan pertanyaan tradisional seperti teka-teki, puisi rakyat seperti pantun, gurindam, dan syair; cerita prosa rakyat seperti mite, legenda, dan dongeng; juga nyanyian rakyat.
- Folklore sebagian lisan, yang merupakan campuran antara unsur lisan dan bukan lisan. Yang termasuk ke dalam folklore ini antara lain adalah kepercayaan rakyat, permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat istiadat, upacara, dan pesta rakyat.
- Folklore bukan lisan, yaitu yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklore jenis ini terbagi atas yang material dan yang bukan material. Contoh folklore material antara lain adalah arsiteltur rakyat, kerajinan tangan rakyat, makanan dan minuman rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, dan obat-obatan tradisional. Sementara itu yang termasuk bukan material adalah gerak isyarat tradisional dan bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat seperti bunyi kentongan sebagai tanda bahaya, serta musik rakyat.
Seperti yang telah dikatakan, folklore bersifat
pralogis karena logikanya sendiri tidak sesuai dengan logika umum. Di dalam folklore
biasanya ada pernyataan-pernyataan yang jauh dari fakta sejarah. Perhatikan
pembagian folklore menurut Jan Harold Brunvard agar lebih jelas :
- Folklore Murni Lisan
- Bahasa Rakyat : logat, julukan, pangkat tradisional, titel kebangsaan.
- Ungkapan Tradisional : peribahasa, pepatah, pameo.
- Pertanyaan Tradisional : teka-teki.
- Puisi Rakyat : pantun, gurindam, syair.
- Cerita Prosa : mite, legenda, dongeng.
2. Folklore Sebagian Lisan
- Kepercayaan Rakyat.
- Permainan Rakyat.
- Teater Rakyat.
- Tari Rakyat.
- Adat Istiadat.
- Upacara.
- Pesta Rakyat.
3. Folklore Bukan Lisan
- Material : arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, makanan dan minuman rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh rakyat, obat-obat tradisional.
- Bukan Material : gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat; kentungan, musik rakyat.
Daftar Pustaka
http://anakaseliindonesia.wordpress.com/2013/01/23/jejak-sejarah-dalam-folklore/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar