Tradisi Sejarah Masyarakat Masa Sejarah
Nama : Elsye Mesak
Kelas : X.9
NIS : 123286
Salah satu ciri penanda yang membedakan periode sejarah dengan periode
prasejarah adalah ditemukannya tradisi tulis. Unsur pokok penelitian dan
penulisan sejarah adalah dokumen atau sumber tertulis. Nah, dengan mengenal
tradisi tulis itu, orang akan merekam berbagai peristiwa yang ia alami ke dalam
beragam bentuk media. Dari sinilah proses pewarisan pengalaman (pengetahuan)
bisa dilakukan kepada generasi penerusnya. Bahkan, dari situ pulalah sejarawan
bisa mengungkap kehidupan di masa lalu.
Untuk mengungkap tradisi sejarah yang
ada pada masyarakat di berbagai daerah, bisa dimulai dengan melacak tradisi
tulisnya. Secara sederhana berikut akan identifikasinya.
a. Tradisi Sejarah pada Masyarakat di Berbagai Daerah
Keragaman budaya bangsa Indonesia telah kamu ketahui. Salah satu bentuk
keragaman itu berasal dari kekayaan linguistik. Ratusan bahasa dengan bermacam
corak bisa kamu temukan di Indonesia. Bahkan di antaranya yang memiliki tradisi
naskah dan aksara sendiri, serta alat-alat tulis dan media tersendiri.
Di bawah ini contoh tradisi tulis dari beberapa daerah
di Indonesia.
1. Tradisi Tulis di Jawa
Karya yang paling populer dari tradisi tulis di Jawa adalah kakawin, yaitu
puisi yang aturan sajaknya didasarkan pada persajakan Sanskerta. Kakawin yang
paling monumental adalah Kakawin Ramayana. Selain terpanjang (dengan 2.770
bait), kakawin ini juga terlengkap dan terawat baik hingga kini. Pada zaman Majapahit, Mpu Prapanca menulis Kakawin
Ncgarakorlcigama talnin 1365. Teks ini menggambarkan kehidupan zaman itu di
Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Raja Rajasanagara, tentang wilayahnya,
pedesaan yang biasa dikunjungi raja, dan lain-lain, sehingga kakawin itu
judulnya Desawarnana (Gambaran Desa). Dengan kakawin inilah, kita bisa
menemu-kan sumber sejarah apabila ingin menulis sejarah sosial dan politik di
Jawa abad XIII-XIV.
2. Tradisi
Tulis di Bali
Tradisi tulis tertua di Bali berasal dari titah kerajaan pada akhir abad
IX serta prasasti pada lempeng tembaga dan batu. Dalam perkembangannya,
kesusastraan Bali ditulis pada lontar.
Berikutnya,
tradisi tulis di Bali banyak dipengaruhi oleh budaya Jawa. Sampai dengan abad
XVI, kesusastraan Bali didasar-kan atas cerita kepahlawanan India Ramayana dan
Mahabharata. Berbagai tulisan tentang agama dan sejarah dialihkan ke Bali.
Bahkan, saat di Jawa tradisi itn telah menghilang, di Bali kini masih ditemnkan
tradisi mabasan yaitu pembacaan dan penerjemahan syair-syair Jawa Kuno
ke dalam bahasa Bali.
Mulai abad XVI,
orang Bali menciptakan tradisi tulis sendiri dengan bahasa Bali, dengan susunan
metrum yang sederhana. Misalnya kidung, gita, geguritan atsivi parikan.
Teksnya antara lain berisi tentang keindahan alam, ratu, persatuan dengan dewa
(untuk menobatkan raja), dan lain-lain. Teks tersebut ditulis pada lontar untuk
dinyanyikan di istana.
3. Tradisi
Tulis di Sumatra Selatan
Bukti tertua tradisi tertulis di daerah ini berasal
dari prasasti batu Melayu pada akhir abad VII. Meskipun sempat terpengaruh model Pallawa India, dalam
perkembangannya terdapat model tersendiri. Huruf-huruf Pallawa dan Jawa yang
cenderung menggunakan garis melengkung, diganti menjadi bentuk bersudut.
Penyebabnya adalah adanya penyesuaian dengan bidang atau alas tulis yang
berasal dari bambu dan tanduk.
Aksara Sumatra
Selatan dibedakan menjadi tiga kelompok besar. Peiianid, aksara Kcrinci
yang digunakan sampai abad XIX. Pada awal abad ini, orang sudah berhasil
membaca dan menguraikan arti sebuah teks. Kedua, aksara Melayu
Pertengahan atau aksara rencong Rejang. Ketiga, aksara Lampung
dengan banyak ragam. Teks-teks itu ditulis pada gelumpai (lembar bambu),
kulit kayu, dan gulungan kertas.
4. Tradisi
Tulis Sunda
Beragam prasasti yang dikenalkan pada masa Raja Purnawarman dari Kerajaan
Tarumanegara. Dari prasasti-prasasti yang ditulis dengan bahasa Sanskerta dan
huruf Pallawa pada abad V itulah tradisi tulis Sunda dimulai. Hingga abad XVI,
beragam prasasti ditemukan dengan menggunakan bahasa Melayu Kuna, Jawa Kuna,
dan Sunda Kuna. Isinya rata-rata tentang titah raja, maklumat, serta peringatan
peristiwa bersejarah. Selanjutnya, tradisi tulis itu
berkembang dalam bentuk naskah. Media yang digunakan adalah daun palem, bambu,
dan kertas. Aksara yang dipakai adalah Sunda Kuna, Sunda Jawa (Cacarakan), Arab
(pegon), dan Latin. Naskah-naskah itu, antara lain ditemukan di Kabuyutan
yaitu pusat kegiatan agama yang menjadi pusat kegiatan intelektual. Naskah itu
antara lain Kunjarakarna, Sanghiyang Hayu, Sanghiyang Siksakandang Karesian,
Amanat dari Galunggung, Sewaka Darma, Carita Parahiyangan, Bujangga Manik,
dan Pantun Ramayana.
Setelah pengaruh Islam masuk di daerah
ini, bahasa dan aksara Arab juga masuk dalam penulis-an naskah. Misalnya dalam Carita
Parahiyangan.
5. Tradisi
Tulis di Sulawesi
Suku bangsa yang ada di Sulawesi dan mempunyai tradisi tulis sangat 'kuat
berasal dari suku bangsa Bugis, Makassar, dan Mandar. Mereka mempunyai ragam
kesusastraan yang lengkap karena memiliki bahasa dan adat kebiasaan yang berbeda-beda.
Dari orang Mandar, dikenal pappasang yaitu tulisan tentang kebiasaan
setempat dan pengajaran adat, kalindaqdaq yaitu kumpulan syair empat
baris, serta tilapayo yaitu lagu cinta tradisional. Tradisi tulis
orang Makassar lebih lengkap lagi, bahkan mempunyai relevansi dengan penulisan
sejarah. Misalnya patturioloang (sejarah) kerajaan Makassar, Goa-Tallo. Lontarq
bilang atau catatan harian, rampang atau tulisan tentang peraturan
adat, rupama yaitu bermacam kisah yang-menghibur, dan sinrilig
yaitu tulisan yang bersifat sejarah kepahlawanan. Ada pula elang malliung
bettuana atau nyanyian dengan makna tersembunyi yaitu sejenis teka-teki
tradisional. Yang fenomenal dari tradisi tulis di Sulawesi berasal
dari orang Bugis. Karya sastra Bugis termasuk yang terbaik dari segi mutu dan
jumlah di Asia Tenggara. Tulisan-tulisan mereka mengedepankan objektivitas dan
sangat peduli kepada fakta. Satu di antaranya adalah La Galigo yaitu
mite kepahlawanan Bugis yang diperkirakan berjumlah 6.000 halaman. Selain itu,
karya mereka yang merupakan teks historiografi terpenting adalah attoriolong
(kronik), lontaraq bilang (catatan harian), lontaraq pangngoriseng
(silsilah), serta toloq yaitu syair sejarah kepahlawanan yang merupakan
gabungan unsur-unsur, teks historiografi dengan teks mirip galigo.
Sumber: https://www.google.co.id/#q=tradisi+sejarah+masyarakat+masa+sejarah&psj=1&ei=8z2aUbefM4_KrAfWyoGwBQ&start=20&sa=N&bav=on.2,or.r_qf.&bvm=bv.46751780,d.bmk&fp=19b4206ea4a6053b&biw=1280&bih=455
Tidak ada komentar:
Posting Komentar